
Bocah 11 Tahun Dirudapksa Bergilir
Update Cerita – Pilu Nasib Bocah 11 Tahun Dirudapksa Bergilir , Nasib tragis menimpa seorang anak berusia 11 tahun berinisial C di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang menjadi korban rudapaksa oleh dua pria. Selain mengalami kekerasan seksual, C juga dianiaya secara bergilir. Peristiwa pilu ini membawa C dan keluarganya berjuang mencari keadilan, meskipun awalnya laporan mereka ke polisi tidak langsung ditindaklanjuti karena kendala administrasi.

Kejadian ini bermula ketika C dan ibunya mendatangi kantor polisi untuk melaporkan kejadian rudapaksa yang menimpa dirinya. Namun, mereka tidak dilayani karena tidak membawa kartu identitas dan Kartu Keluarga (KK). Sang ibu, AT, menjelaskan bahwa dirinya sudah lama kehilangan identitas tersebut dan berupaya mengurusnya. Mereka kemudian diharuskan membayar Rp1 juta kepada oknum di kantor Kelurahan Garassi, Kabupaten Gowa, untuk mempercepat pengurusan KK. Namun, meskipun sudah membayar, KK tersebut tidak segera diterbitkan.

Setelah menghadapi berbagai kesulitan, pihak keluarga korban akhirnya melaporkan kasus ini ke Polres Maros pada 15 September 2024. Meski sempat mengalami penundaan karena masalah identitas, laporan tersebut akhirnya ditangani, dan proses hukum mulai berjalan. Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu Drajat Sejati, membantah adanya penolakan terhadap laporan keluarga korban. Menurutnya, polisi hanya meminta identitas untuk melanjutkan proses visum terhadap korban di RSUD Maros. Setelah identitas berhasil diurus, penyelidikan pun berlanjut.
Pelaku Berhasil Di Tangkap
Pada 22 September 2024, kedua pelaku yang berinisial ES (19) dan SA (14) berhasil ditangkap di rumah masing-masing di Dusun Arra, Desa Tompobulu, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Penangkapan ini dilakukan oleh unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polres Maros, dan pelaku saat ini dalam proses hukum lebih lanjut.

Ibunda korban, AT, mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada pihak kepolisian atas upaya penangkapan kedua pelaku. Meskipun sempat terhalang oleh masalah administrasi, AT bersyukur proses hukum akhirnya berjalan. “Alhamdulillah, kedua pelaku telah ditangkap. Memang saat itu saya tidak bawa KTP dan KK karena hilang, jadi disuruh mengurus dulu,” ungkapnya.
Kasus ini menyoroti pentingnya pelayanan yang lebih responsif terhadap korban kekerasan, terutama anak-anak, serta perlunya reformasi dalam proses administrasi agar tidak menghalangi akses keadilan bagi mereka yang paling rentan.